Kenaikan Tarif PPN Sebagai Tantangan dan Peluang

Kenaikan Tarif PPN Sebagai Tantangan dan Peluang
Sri Mulyani

Agungtua Rhetoricky Sinaga

29 November 2024

Rencana pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 memicu beragam diskusi di masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendanai program-program pembangunan. Namun, dalam situasi pemulihan ekonomi yang masih rentan, di mana daya beli masyarakat sudah mulai menurun, kenaikan tarif pajak ini berpotensi memperburuk kondisi keuangan banyak keluarga.

Adam Smith, dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, menyampaikan bahwa pemungutan pajak seharusnya berdasarkan asas-asas tertentu untuk mencapai keadilan dan kepentingan bersama. Proyeksi menurun jumlah kelas menengah, yang diperkirakan hanya akan mencapai 47,85 juta jiwa pada 2024, semakin menegaskan bahwa masyarakat sangat membutuhkan kebijakan yang selaras dengan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan berbagai asas pemungutan pajak sebagai indikator dalam mengevaluasi kebijakan ini. Asas-asas tersebut dapat membantu memastikan implementasi yang adil dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dasar Hukum Kenaikan PPN

Kenaikan tarif PPN ini diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam undang-undang ini, kenaikan tarif PPN telah diputuskan, tetapi proyeksi ekonomi untuk tahun 2024 dan 2025 tidak sejalan dengan asumsi saat penyusunan UU HPP. Pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional mencatat bahwa kondisi ekonomi saat ini tidak mencerminkan harapan awal yang ditetapkan, serta menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan pelaku usaha lebih besar dari yang telah diperkirakan sebelumnya.

Kondisi Ekonomi Terkini

Analisis terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Pada kuartal III tahun 2024, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,95%, dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,91% . Angka-angka ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama dengan proyeksi kelas menengah yang diperkirakan akan menyusut menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024, turun dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019. Penurunan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan dalam struktur sosial dan ekonomi yang harus diperhatikan oleh pemerintah.

Asas pemungutan pajak yang diusulkan Adam Smith, harus diperhatikan agar kebijakan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga menjaga keadilan sosial dan daya beli masyarakat yang sedang tertekan. Adapun asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Kesetaraan (Equity)

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% harus memenuhi asas kesetaraan, di mana pajak dikenakan secara adil dan proporsional sesuai kemampuan membayar. Jika kelompok berpendapatan rendah terkena beban yang lebih besar, maka prinsip ini tidak terjaga.

2.      Kepastian (Certainty)

Asas kepastian bermakna bahwa wajib pajak harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai pajak yang terutang dan waktu pembayarannya. Kenaikan tarif PPN harus dijelaskan secara transparan untuk menghindari kebingungan.

3.      Kenyamanan (Convenience)

Pemungutan pajak harus dilakukan pada waktu yang memudahkan bagi wajib pajak. Jika kenaikan tarif menciptakan kesulitan dalam pembayaran, asas kenyamanan akan dilanggar.

4.      Ekonomi (Economy)

Kenaikan tarif PPN harus diimbangi dengan efisiensi administrasi agar biaya pemungutan pajak seminimal mungkin. Kenaikan tarif yang tidak disertai dengan pengelolaan yang baik bisa mengecewakan masyarakat.

Potensi Penundaan Kenaikan PPN

Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Panjaitan, mengindikasikan kemungkinan penundaan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ia menegaskan bahwa penyediaan bantalan subsidi, seperti subsidi listrik, adalah langkah penting untuk menghindari tambahan beban bagi masyarakat. Hal ini mencerminkan perlunya pemerintah mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan perpajakan, terutama dalam konteks daya beli yang menurun. Kesadaran akan risiko ini menunjukkan upaya untuk menyeimbangkan pendapatan negara dengan kesejahteraan masyarakat.

Dampak Kenaikan Tarif PPN

1.      Inflasi dan Daya Beli

Kenaikan tarif PPN berpotensi mendorong inflasi dan menekan daya beli masyarakat, yang sudah dalam kondisi sulit. Lonjakan harga barang dan jasa dapat mengakibatkan kesulitan finansial, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap.

2.      Tekanan pada Sektor Usaha

Pelaku usaha, terutama di sektor formal, menyatakan kekhawatiran bahwa kebijakan ini akan menambah beban operasional. Jika kebijakan ini diteruskan tanpa dukungan dari pemerintah, banyak usaha yang berisiko tutup.

3.      Dampak Sosial

Kenaikan PPN harus diperhatikan dalam konteks program-program sosial. Jika langkah mitigasi tidak diterapkan, kebijakan ini dapat memperburuk situasi kelompok masyarakat yang sudah tertekan akibat kondisi ekonomi saat ini.

Justifikasi dan Evaluasi Kebijakan

Meskipun pemerintah berargumen bahwa kenaikan PPN diperlukan untuk mendukung pendapatan negara dan proyek-proyek penting, evaluasi menyeluruh harus dilakukan. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk menerapkan tarif pajak yang lebih tinggi, atau ada alternatif lain yang lebih rasional untuk memenuhi kebutuhan fiskal.

Rekomendasi untuk Masyarakat

Menghadapi rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, penting bagi setiap rumah tangga untuk mengambil tindakan bijak. Kenaikan ini dapat memengaruhi keuangan keluarga, sehingga langkah proaktif sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatifnya.

1.      Menyusun Anggaran

Masyarakat disarankan untuk menyusun anggaran yang realistis guna mengantisipasi potensi lonjakan biaya akibat kenaikan tarif PPN.

2.      Mencari Alternatif

Menggunakan produk dan jasa yang lebih terjangkau penting untuk menjaga kestabilan keuangan.

3.      Terlibat dalam Diskusi

Keterlibatan dalam dialog publik mengenai kebijakan perpajakan diperlukan untuk memastikan suara masyarakat didengar dan diperhatikan.

Kesimpulan

Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% adalah isu yang memerlukan analisis mendalam. Keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam evaluasi kebijakan ini sangat penting untuk menghasilkan keputusan yang dapat menciptakan keseimbangan antara peningkatan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis data, diharapkan kebijakan perpajakan dapat memberikan manfaat optimal bagi seluruh elemen masyarakat.

 

Sumber Data/Informasi :

1.        DTCCNews - Artikel mengenai dampak kenaikan tarif PPN terhadap kelas menengah.

2.        Badan Pusat Statistik (BPS) - Data statistik terkait tren ekonomi.

3.        Asosiasi Pengusaha Indonesia - Pendapat mengenai dampak kenaikan tarif PPN terhadap sektor usaha.